*UNTUK* apa jurnalisme itu ada? Tanya Bill Kovach dan Tom Rosentiel dalam bukunya Sembilan Elemen Jurnalisme. Jurnalisme ada untuk memenuhi hak-hak warga Negara. Jurnalisme ada untuk demokrasi. Bill Kovach menjawab pertanyaannya sendiri.
Hak warga adalah memperoleh informasi dan berita yang akurat dan benar. Bukan berita palsu, berita bohong atau berita rekayasa. Jurnalisme bukanlah saluran kebohongan. Bukan pula untuk kibul-kibulan. Tapi jurnalisme adalah penyuara kebenaran.
Dewasa ini, semakin banyak wartawan seperti kehilangan ruh jurnalisme. Banyak berita yang isinya mengelabui. Dari awal sampai akhir 100 persen mengutip medsos. Ditambah bumbu-bumbu sedikit. Orientasi bukan untuk mencari kebenaran. Tapi cuma untuk mengejar view. Inilah jurnalisme malas (lazy journalism).
Lazy journalism mengandung ciri-ciri malas turun ke lapangan, malas menggali fakta, malas melakukan konfirmasi, malas melakukan verifikasi, malas melakukan check and recheck, malas membaca termasuk membaca berita sendiri, malas belajar, malas mengevaluasi berita dan hasil liputan, malas membaca kode etik dst.
Jurnalisme kehilangan nikmatnya kata seorang teman. Saya mendengar sentilan itu dengan muka sedikit memerah. Ada perasaan tak bahagia membaca berita-berita yang sebagian copy paste, bukan hasil liputan di lapangan yang mengharuskan wartawan bekerja keras. Panduan bahwa peristiwa tidak ada di ruang redaks sepertinya sudah lama ditinggalkan. Bahwa Anda harus turun ke lapangan kalau mau mendapatkan berita-berita besar. Itu dulu. Sekarang semua sudah berubah. Peristiwa bisa dicari di medsos.
Doktrin lazy journalism: cukup duduk di depan komputer atau laptop atau smartphone. Jelajahi media sosial. Buka tiktok, bukan instagram, buka facebook, buka whatssapp. Tonton apa yang sedang viral. Catat narasi dalam video viral tersebut. Lalu olah menjadi berita.